Bahasa Melayu diketahui sebagai akar dari lingua franca Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana, dalam bukunya Sedjarah Bahasa Indonesia, mengutarakan bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul kepentingan bersama sehingga untuk dipakai di Nusantara.
Menurut
Alisjahbana, persebarannya juga luas karena bahasa Melayu dihidupi oleh
para pelaut pengembara dan saudagar yang merantau ke mana-mana. "Bahasa
itu adalah bahasa perhubungan yang berabad-abad tumbuh di kalangan
penduduk Asia Selatan," tulisnya. Faktor lain, bahasa Melayu adalah
bahasa yang mudah dipelajari.
Pada era pemeritahan Belanda di
Hindia, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua dalam
korespondensi dengan orang lokal . Persaingan antara bahasa Melayu dan
bahasa Belanda pun semakin ketat. Gubernur Jenderal Roshussen
mengusulkan bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar di
sekolah-sekolah rakyat.
Meski demikian, ada pihak-pihak yang
gigih menolak bahasa Melayu di Indonesia. Van der Chijs, seorang
berkebangsaan Belanda, menyarankan supaya sekolah memfasilitasi ajaran
bahasa Belanda. JH Abendanon yang saat itu Direktur Departemen
Pengajaran, berhasil memasukkan bahasa Belanda ke dalam mata pelajaran
wajib di sekolah rakyat dan sekolah pendidikan guru pada 1900.
Akhirnya
persaingan bahasa ini nampak dimenangkan oleh bahasa Melayu.
Bagaimanapun bahasa Belanda ternyata hanya dapat dikuasai oleh
segelintir orang. Kemudian di Kongres Pemuda I tahun 1926, bahasa Melayu
menjadi wacana untuk dikembangakan sebagai bahasa dan sastra Indonesia.
Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan bahasa persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda. James Sneddon, penulis The Indonesia Language: Its History and Role in Modern Society terbitan
UNSW Press, Australia mencatat pula kalau butir-butir Sumpah Pemuda
tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari
penggunakan kata 'kami', 'putera', 'puteri', serta prefiks atau awalan
men-.
20 Oktober 1942, didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang
bertugas menyusun tata bahasa normatif, menentukan kata-kata umum dan
istilah modern. Pada 1966, selepas perpindahan kekuasaan ke tangan
pemerintah Orde Baru, terbentuk Lembaga Bahasa dan Budaya di bawah
naungan Departemen Pendidikan Kebudayaan. Lembaga ini berganti nama
menjadi Lembaga Bahasa Nasional pada 1969, dan sekarang berkembang
dengan nama yang dikenal, Pusat Bahasa.
Tanggung jawab kerja Pusat Bahasa antara lain meningkatkan mutu bahasa, sarana, serta kepedulian masyarakat terhadap bahasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri Populer
-
1 Carlos Slim Helu & family $69 B 72 telecom Mexico 2 Bill ...
-
Beberapa pemain yang beragama muslim bermain di beberapa klub besar di eropa, seperti Frank Ribery (Bayern Muenchen), Zlatan Ibrahimovic...
0 komentar:
Posting Komentar