Selasa (8/1/2012) ini, Mahkamah Konstitusi (MK)
memutuskan kasus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang
telah diajukan pada Desember 2011 lalu. Setelah menimbang dan melihat
bukti serta keterangan, MK mengabulkan permohonan para penggugat.
Dalam memutuskan kasus ini, MK telah mendengarkan keterangan penggugat yang mengajukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak hanya itu, MK juga memeriksa bukti dan mendengarkan pendapat pemerintah serta anggota legislatif.
"Menurut mahkamah, permohonan penggugat ini dinilai beralasan menurut hukum. Mahkamah mengabulkan gugatan tersebut," kata Hakim Ketua Mahfud MD saat pembacaan putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa.
Putusan ini dikeluarkan oleh MK setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran di sekolah RSBI-SBI juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Seperti diketahui, materi yang digugat adalah Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan sekitar 1.300 sekolah berlabel RSBI. Dengan keputusan MK ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan pendidikan berkurikulum internasional juga tak lagi diperbolehkan.
Dalam memutuskan kasus ini, MK telah mendengarkan keterangan penggugat yang mengajukan uji materi atas Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tidak hanya itu, MK juga memeriksa bukti dan mendengarkan pendapat pemerintah serta anggota legislatif.
"Menurut mahkamah, permohonan penggugat ini dinilai beralasan menurut hukum. Mahkamah mengabulkan gugatan tersebut," kata Hakim Ketua Mahfud MD saat pembacaan putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa.
Putusan ini dikeluarkan oleh MK setelah menimbang bahwa keberadaan RSBI dan SBI tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah biaya yang mahal mengakibatkan adanya diskriminasi pendidikan. Selain itu, pembedaan antara RSBI-SBI dan non RSBI-SBI menimbulkan adanya kastanisasi pendidikan.
Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam tiap mata pelajaran di sekolah RSBI-SBI juga dianggap dapat mengikis jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Seperti diketahui, materi yang digugat adalah Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal ini telah menjadi dasar hukum penyelenggaraan sekitar 1.300 sekolah berlabel RSBI. Dengan keputusan MK ini, berarti status RSBI harus dihapus dan penyelenggaraan satuan pendidikan berkurikulum internasional juga tak lagi diperbolehkan.
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Untuk
Pendidikan Berkeadilan Yogyakarta menggelar aksi tumpengan di Tugu Pal
Putih, Kota Yogyakarta, Kamis, sebagai wujud rasa syukur atas
dibubarkannya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) melalui
putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggagas aksi tumpengan,
Baharudin di sela-sela acara mengatakan aksi tersebut merupakan ungkapan
terimakasih dan rasa syukur dari perwakilan wali murid di Yogyakarta
atas dihapuskannya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
"Aksi
ini adalah murni kebahagiaan seluruh wali murid .Kami berterimakasih
kepada Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengambil keputusan untuk
membubarkan RSBI," kata Baharudin, Kamis (10/1/2013).
Menurut dia
langkah MK dalam mengambil putusan sudah sangat tepat karena dengan
adanya RSBI dapat mencerminkan tidak adanya pendidikan yang berkeadilan
yang bertentangan dengan amanat UUD 1945.
"Selama ini tentu
masyarakat luas sudah merasa bahwa dengan adanya RSBI akan terwujud
sistem "kasta" dalam pendidikan. Bagi siswa yang lain yang tidak dapat
masuk RSBI tentu akan muncul rasa minder," katanya.
Pemberlakuan
RSBI, kata dia, sebenarnya lebih menunjukkan perlakuan pemerintah yang
diskriminatif terhadap warga negara yang ingin mendapatkan pendidikan.
"RSBI juga terkesan hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki nilai
tinggi sedangkan sekolah biasa akan terus ketinggalan,"katanya.
Sementara
itu, seorang peserta aksi, Suharti yang mengaku sebagai wali murid di
salah satu RSBI di Yogyakarta mengatakan bahagia atas dibubarkannya
RSBI. "Tanpa RSBI anak saya masih bisa berprestasi. Akan selalu saya
dorong," katanya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menuntut kepada
pemerintah agar pascadibubarkannya RSBI seluruh pelaksana pendidikan
mulai sekolah dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) terbebas
dari segala bentuk pungutan biaya serta menjunjung tinggi pendidikan
yang berkeadilan.
"RSBI hanya menguntungkan kelas menengah saja,
dengan biaya yang mahal tentu rakyat kecil akan merasa
didiskriminasikan. Oleh karena itu setelah ini (dibubarkannya RSBI) saya
harap tidak akan ada lagi sekolah-sekolah yang mahal bahkan bisa gratis
karena sudah ada bantuan operasional siswa (BOS)," katanya.
Sebelumnya,
Ketua MK Mahfud MD melaului putusannya yang dibacakan pada Selasa
(8/1/2013), mengabulkan permohonan penghapusan RSBI di sekolah-sekolah
pemerintah yang tercantum dalam UU 20/2003 Pasal 50 ayat 3, karena
dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan merupakan bentuk liberalisasi
pendidikan.
Acara tumpengan yang dikawal jajaran polisi lalulintas
tersebut dilakukan tepat di sebelah Tugu Pal Putih sehingga sedikit
mengganggu arus lalu lintas menuju Jalan P.Mangku Bumi, Jalan Diponegoro
dan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Yogyakarta.
sumber : lipsus.kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar